Monday, August 14, 2006

Peternakan (26 Juni-1 Juli 2006)

Pembibitan Sapi Marak (Kompas, Sabtu 1 Juli 2006) Jakarta-Industri pembibitan sapi mulai tumbuh setelah tumbang akibat krisis ekonomi. Mereka memasuki bisnis ini karena yakin dengan tekad pemerintah yang menargetkan swasembada daging pada 2010. Akan tetapi, mereka mencemaskan bila impor daging dari negara tidak bebas penyakit. Saat ini ada lima tempat pembibitan sapi dengan jumlah induk bervariasi dari 700 ekor hingga 5.000 ekor yang sudah berdiri. Industri itu ada di Pekan baru (Riau), Serang (Banten), Lampung, Sragen (Jawa Tengah) dan Probolinggo (Jawa Timur). Varietas sapi yang ada , Sapi Bali, peranakan Ongole dan Simetal. Beberapa daerah mengembangkan usaha Cow Calf Operation atau usaha pengembangan anak yaitu usaha untuk mendorong peternak menghasilkan bibit. Juga pengembangan peternakan mengalami perkembangan di areal perkebunan kelapa sawit dikarenakan disitu terdapat sumber pakan seperti rerumputan dan biomasa yang di hasilkan perkebunan sawit

Kehutanan (26 Juni-1 Juli 2006)

Kayu Sitaan Bisa Dibeli untuk Rehabilitasi (Kompas, Rabu 28 Juni 2006) Jakarta-Jumlah kayu sitaan negara yang diperoleh dalam operasi pemberantasan penebangan liar di Kalimantan dan Sumatera sebanyak 490.825 meter kubik. Seluruh kayu hasil tangkapan ini bisa dibeli melalui mekanisme lelang. Seluruh kayu tersebut merupakan hasil tangkapan hingga bulan Juni 2006 di kedua Sumatera dan Kalimantan. Potensi kayu bulat tersedia sebanyak 463.669 meter kubik sementara kayu olahan 27.156 meter kubik. Dari kayu-kayu tersebut, yang masih dalam proses hukum berjumlah 419.305 meter kubik kayu bulat dan 20.101 meter kubik kayu olahan. Sebagian besar kayu berjenis meranti harga pasarnya saat ini berkisar Rp 1,2 juta-Rp 2 juta per meter kubik.
3.000 Ha Hutan Bulukumba Rusak Parah (Fajar, Rabu 28 Juni 2006) Bulukumba-dari 8.000 Ha hutan di Bukukumba hampir seperduanya mengalami kerusakan. Hal ini di sebabkan adanya pembalakan liar. Di lapangan ada 3.000 Ha sudah gundul dan akan terus bertambah.
400 Hektar Hutan Merapi Tidak Bisa Direboisasi (Kompas, Kamis 29 Juni 2006) Semarang-Sekitar 400 hektar hutan di kawasan Taman Nasional Merapi Merbabu atau TNMM yang berada di wilayah Jawa Tengah tak bisa direboisasi akibat terjangan awan panas. Luas total hutan yang terkena dampak Merapi ini mencapai 1.246 hektar. Hutan yang rusak akibat awan panas Merapi tersebar di daerah Klaten, Boyolali, dan Magelang. Hutan yang benar-benar tak bisa direboisasi paling luas di daerah Klaten, sekitar 225 hektar. Sampai saat ini kerugian yang timbul akibat kerusakan hutan itu mencapai sekitar Rp 5 miliar. Kegiatan rehabilitasi kemungkinan baru dilaksanakan tahun 2007. Untuk memulihkan kembali hutan Merapi diperlukan waktu paling tidak 30 tahun. Ini didasarkan pada rata-rata umur pohon di kawasan itu. Reboisasi hanya bisa dilakukan pada daerah-daerah yang timbunan material Merapi tidak terlalu besar.
Pembalakan Hutan kalimantan Sulit Diatasi (Tempo, Jumat 30 Juni 2006) Palangkaraya-Pembalakan hutan secara liar di Kalimantan Tengah sulit diatasi karena berhubungan dengan sosial ekonomi nasyarakat, sempitnya lapangan kerja, dan lemahnya penegakan hukum. Selain itu praktek liar ini melibatkan aparat untuk mengeruk keuntungan pribadi. Aparat sengaja memberi peluang para cukong kayu, pengusaha, dan penebang liar membalak hutan. Modusnya ada dua : pertama pengusaha melanggar izinoperasional yang dimiliki, padahal mereka pengusaha yang memiliki izin sah. Kedua, para pencari kayu dan penebang yang tidak memiliki izin tetapi tetap merambah hutan.
60,9 Juta Ha Hutan di Sekitar Sungai Rusak (Tempo, Selasa 27 Juni 2006) Denpasar-Seluas 60,9 juta hektar hutan dan lahan di sekitar 282 sungai prioritas Indonesia rusak dan perlu di rehabilitasi. Hal ini berdasarkan pencitraan satelit pada tahun 2003. Laju kerusakan mencapai 2,83 hektar pertahun. Kemampuan pemerintah merehabilitasi hutan hanya 400-500 ribu hektar pertahun. Kondisi ini lebih parah dari tahun 1998. Kerusakan saat itu 43 juta hektar dengan laju kerusakan 1,6 juta hektar pertahun. Hal ini disebabkan adanya pembalakan liar dan okupasi lahan tak terkendali.

Perkebunan (26 Juni-1 Juli 2006)

Jambi Bantu Peremajaan Tanaman Karet Petani Miskin (Kompas, Kamis 29 uni 2006) Jambi- Pemerintah Provinsi Jambi akan memberikan bantuan bibit tanaman karet, pupuk, dan sarana produksi kepada petani miskin. Hal ini dalam rangka peremajaan karet rakyat yang sudah berusia tua atau tanaman yang usianya sudah lebih dari 30 tahun dan tak produktif—produksinya kurang dari 250 kilogram per hektar setahun. Namun, bantuan terbatas untuk satu hektar lahan. Tahun ini Pemerintah Provinsi Jambi memprogramkan peremajaan karet rakyat secara besar-besaran, yaitu untuk lahan seluas 17.500 hektar dengan dana APBD sebesar Rp 60 miliar. Bibit yang digunakan berasal dari klon unggulan dengan rata-rata produksi lebih dari 2.000 kg per hektar setahun. Paket bantuan peremajaan karet rakyat, terdiri dari 500 bibit karet, 50 kg pupuk urea, 30 kg SP36, 30 kg KCl, 50 kg belerang (pencegah penyakit cendawan akar putih), dua liter herbisida, dan dua liter fumisida

Anggaran (26 Juni-1 Juli 2006)

Daerah Diminta Segera Serap Anggaran (Koran Tempo, Kamis 29 Juni 2006) Jakarta-Pemerintah pusat meminta pemerintah daerah segera mempercepat proses penyerapan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pertumbuhan Ekonomi Akan Diubah Jadi 5,9% (Tempo, Selasa 27 Juni 2006) Jakarta-dalam APBNP 2006 pemerintah akan merubah beberapa asumsi makro.

Perberasan (26 Juni-1 Juli 2006)

Ribuan Ton Beras Bulog Jember Raib (Koran Tempo, Jumat 30 Juni 2006) Jember-ribuan beras milik Bulog subdivisi regional XI jember jawa timur hilang. Beras sebanyak 147 truk hilang dalam satu bulan terakhir. Namun hal itu di bantah oleh Mucharror, kepala Bulog Jember yang di copot, 147 truk bukan memuat beras tetapi gabah yang sedang di giling.

Pertanian (26 Juni-1 Juli 2006)

Serangan Hama dan Penyakit Padi Meningkat (Kompas, Selasa 27 Juni 2006) Karawang-Serangan hama dan penyakit tanaman padi mengalami peningkatan. Total serangan organisme pengganggu tanaman secara nasional pada periode Januari-Juni 2006 mencapai 135.988 hektar dengan puso 1.274 hektar. Beberapa jenis hama yang ditemukan antara lain penggerek batang padi (PBP), wereng batang coklat, tikus, dan tungro. Hama PBP kuning di Karawang menyerang beberapa kecamatan, seperti Tirtamulya, Lemahabang, dan Kecamatan Majalaya. Di Kecamatan Tirtamulya, terdapat sekitar 50 hektar sawah yang terserang. Hama tersebut menyerang padi sejak tanaman berusia di bawah 30 hari. Serangan paling luas, yaitu 20 hektar, terjadi di Desa Citarik, Kecamatan Tirtamulya. Sisanya terdapat di beberapa desa, yaitu di Desa Parakan, Citarik, Cipondoh, Bojongsari, Kamurang, Parakanmulya, dan Desa Kertawaluya. Namun hal itu tidak berdampak serius terhadp produksi yang mencapai 54,86 juta ton gabah kering giling (GKG).
Porsi Kredit Tani Terus Merosot (Kompas, Selasa 26 Juni 2006) Jakarta-Rasio Kredit Bermasalah sektor pertanian 10,69 Persen. Sektor pertanian tetap kesulitan memperoleh pembiayaan dari perbankan. Sektor ini makin ditinggalkan perbankan, tercermin dari menyusutnya porsi kredit untuk pertanian. Menurut data Bank Indonesia (BI), posisi kredit pertanian per April 2006 sebesar Rp 37,12 triliun atau hanya 5,36 persen. Porsi ini turun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 5,78 persen dengan nominal Rp 34,3 triliun. Pertumbuhan kredit ke sektor pertanian juga relatif lebih rendah ketimbang sektor ekonomi lain. Selama periode April 2004-April 2005, kreditnya hanya bertumbuh 8,22 persen, jauh di bawah rata-rata pertumbuhan kredit yang mencapai 22 persen. Hali ini disebabkan karena kredit ke sektor pertanian karena risikonya cukup tinggi.
Sawah di 28 Kecamatan di Serang Hama Tikus. (Republika, Rabu 28 Juni 2006) Soreang-Ratusan hektar sawah di 26 kecamatan di serang tikus. Selain itu hama pengerek batang juga menyerang ratusan hektar sawah di 28 kecamatan di Kabupaten Bandung. Sawah yang paling banyak diserang hama pengerat adalah kecamatan Dayeuhkolot, Arjasari, Sindangkerja, Cikalong Wetan, Bojongsoang, Pameungpeuk, Ciparay da Paseh. Juga ada 209 hektar areal sawah terserang hama pengerek bawang putih.
1,2 Juta Ton Gabah Digadaikan Setiap Panen (Republika, kamis 29 Juni 2006) BANDUNG-Untuk melindungi petani dari tengkulak saat panen raya, Perum Pegadaian memberikan kredit tunda jual komoditas pertanian atau gadai gabah. Sedikitnya 1,2 juta ton gabah setiap musim panen 'parkir' di kantor Perum Pegadaian. Gadai gabah kering ini untuk mengatasi masalah harga saat panen. Langkah ini baru di lakukan di dua wilayah yaitu Garut dan Pantura. Upaya itu bekerja sama dengan agen.Harga gadai sekitar Rp 1.100 per kg. Gabah kering giling yang digadaikan itu, kata dia, akan dikenakan bunga sebesar 1,6 persen per 15 hari. Tempo gadai biasanya selama tiga bulan atau setelah harga gabah normal kembali.
3.679 Ha Sawah Rusak (Fajar, Jumat 30 Juni 2006) Sawah seluas 3.679 hektar di kabupaten Sidrap rusak akibat tergenang banjir selama beberapa hari ini. Sawah tersebut berada di kecamatan Panca Lautang, Tellu Pitua, Limpoe watang SidenrengPitu Riawa dan Dua Pitue. Kerusakan terparah terjadi Kec. Pitu Riawa dan Dua Pitua. Masing-masing seluas 1.600 dsn 1.207 hektar. Banjir disebabkan karena meluapnya danau Sidenreang.
Lahan Tanam Tembakau Berkurang (Kompas, Kamis 29 Juni 2006) Temanggung-Luas lahan pertanian di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, yang ditanami tembakau pada tahun ini berkurang hingga 36 persen atau hanya 7.523 hektar. Padahal atas permintaan pabrik rokok, Temanggung harus dapat menyediakan tembakau hingga 7.050 ton atau petani harus menanam tembakau di lahan seluas 11.750 hektar. Anjloknya harga tembakau selama empat tahun belakangan ini dan gagal panen tembakau pada tahun 2005 membuat sejumlah petani beralih ke jenis tanaman lain. Selain itu harga tembakau yang ditawarkan pabrik pun tidak membaik membuat petani beralih ketanaman palawija dan hortikultura.
Pupuk Kalimantan Timur Terancam (Koran Tempo, Kamis 29 Juni 2006) Jakarta-PT Pupuk Kalimantan Timur terancam bangkrut akibat pengalihan gas ke PT Pupuk Iskandar Muda. Akibatnya produksi pupuk urea berkurang hingga 400 ribu ton. Jika harga eceran tertinggi Rp 1.200 per kilogram, potensi kerugian Rp 480 miliar.

Pertanian (26 Juni-1 Juli 2006)

Serangan Hama dan Penyakit Padi Meningkat (Kompas, Selasa 27 Juni 2006) Karawang-Serangan hama dan penyakit tanaman padi mengalami peningkatan. Total serangan organisme pengganggu tanaman secara nasional pada periode Januari-Juni 2006 mencapai 135.988 hektar dengan puso 1.274 hektar. Beberapa jenis hama yang ditemukan antara lain penggerek batang padi (PBP), wereng batang coklat, tikus, dan tungro. Hama PBP kuning di Karawang menyerang beberapa kecamatan, seperti Tirtamulya, Lemahabang, dan Kecamatan Majalaya. Di Kecamatan Tirtamulya, terdapat sekitar 50 hektar sawah yang terserang. Hama tersebut menyerang padi sejak tanaman berusia di bawah 30 hari. Serangan paling luas, yaitu 20 hektar, terjadi di Desa Citarik, Kecamatan Tirtamulya. Sisanya terdapat di beberapa desa, yaitu di Desa Parakan, Citarik, Cipondoh, Bojongsari, Kamurang, Parakanmulya, dan Desa Kertawaluya. Namun hal itu tidak berdampak serius terhadp produksi yang mencapai 54,86 juta ton gabah kering giling (GKG).
Porsi Kredit Tani Terus Merosot (Kompas, Selasa 26 Juni 2006) Jakarta-Rasio Kredit Bermasalah sektor pertanian 10,69 Persen. Sektor pertanian tetap kesulitan memperoleh pembiayaan dari perbankan. Sektor ini makin ditinggalkan perbankan, tercermin dari menyusutnya porsi kredit untuk pertanian. Menurut data Bank Indonesia (BI), posisi kredit pertanian per April 2006 sebesar Rp 37,12 triliun atau hanya 5,36 persen. Porsi ini turun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 5,78 persen dengan nominal Rp 34,3 triliun. Pertumbuhan kredit ke sektor pertanian juga relatif lebih rendah ketimbang sektor ekonomi lain. Selama periode April 2004-April 2005, kreditnya hanya bertumbuh 8,22 persen, jauh di bawah rata-rata pertumbuhan kredit yang mencapai 22 persen. Hali ini disebabkan karena kredit ke sektor pertanian karena risikonya cukup tinggi.
Sawah di 28 Kecamatan di Serang Hama Tikus. (Republika, Rabu 28 Juni 2006) Soreang-Ratusan hektar sawah di 26 kecamatan di serang tikus. Selain itu hama pengerek batang juga menyerang ratusan hektar sawah di 28 kecamatan di Kabupaten Bandung. Sawah yang paling banyak diserang hama pengerat adalah kecamatan Dayeuhkolot, Arjasari, Sindangkerja, Cikalong Wetan, Bojongsoang, Pameungpeuk, Ciparay da Paseh. Juga ada 209 hektar areal sawah terserang hama pengerek bawang putih.
1,2 Juta Ton Gabah Digadaikan Setiap Panen (Republika, kamis 29 Juni 2006) BANDUNG-Untuk melindungi petani dari tengkulak saat panen raya, Perum Pegadaian memberikan kredit tunda jual komoditas pertanian atau gadai gabah. Sedikitnya 1,2 juta ton gabah setiap musim panen 'parkir' di kantor Perum Pegadaian. Gadai gabah kering ini untuk mengatasi masalah harga saat panen. Langkah ini baru di lakukan di dua wilayah yaitu Garut dan Pantura. Upaya itu bekerja sama dengan agen.Harga gadai sekitar Rp 1.100 per kg. Gabah kering giling yang digadaikan itu, kata dia, akan dikenakan bunga sebesar 1,6 persen per 15 hari. Tempo gadai biasanya selama tiga bulan atau setelah harga gabah normal kembali.
3.679 Ha Sawah Rusak (Fajar, Jumat 30 Juni 2006) Sawah seluas 3.679 hektar di kabupaten Sidrap rusak akibat tergenang banjir selama beberapa hari ini. Sawah tersebut berada di kecamatan Panca Lautang, Tellu Pitua, Limpoe watang SidenrengPitu Riawa dan Dua Pitue. Kerusakan terparah terjadi Kec. Pitu Riawa dan Dua Pitua. Masing-masing seluas 1.600 dsn 1.207 hektar. Banjir disebabkan karena meluapnya danau Sidenreang.
Lahan Tanam Tembakau Berkurang (Kompas, Kamis 29 Juni 2006) Temanggung-Luas lahan pertanian di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, yang ditanami tembakau pada tahun ini berkurang hingga 36 persen atau hanya 7.523 hektar. Padahal atas permintaan pabrik rokok, Temanggung harus dapat menyediakan tembakau hingga 7.050 ton atau petani harus menanam tembakau di lahan seluas 11.750 hektar. Anjloknya harga tembakau selama empat tahun belakangan ini dan gagal panen tembakau pada tahun 2005 membuat sejumlah petani beralih ke jenis tanaman lain. Selain itu harga tembakau yang ditawarkan pabrik pun tidak membaik membuat petani beralih ketanaman palawija dan hortikultura.
Pupuk Kalimantan Timur Terancam (Koran Tempo, Kamis 29 Juni 2006) Jakarta-PT Pupuk Kalimantan Timur terancam bangkrut akibat pengalihan gas ke PT Pupuk Iskandar Muda. Akibatnya produksi pupuk urea berkurang hingga 400 ribu ton. Jika harga eceran tertinggi Rp 1.200 per kilogram, potensi kerugian Rp 480 miliar.

Anggaran (19 – 24 Juni 2006)

APBN Bengkak Rp 19 Trilyun (IndoPos, Kamis 22 Juni 2006) Jakarta-Dalam APBN-P 2006 yang diusulkan pemerintah, defisit anggaran membengkak Rp 19,97. Dari Rp 22,43 trilyun menjadi Rp 42,4 trilyun. Untuk menutup defisit itu pemerintah akan menambah utang luar negeri termasuk dari CGI. DPR menilai strategi anggaran pemerintah itu tidak realistis. Menurut menteri keuangan pembengkakan defisit anggaran di picu naiknya anggaran pendidikan, bencana alam, sunsidi tarif dasar listrik dan tambahan dana rekonstruksi, subsidi pupuk, pengeluaran suku bunga surat utang negara dalam negeri, rehabilitasi aceh dan pengeluaran yang berhubungan dengan pinjaman luar negeri serta dana untuk BLT. Untuk membiayai defisit anggaran itu pemerintah menganggarkan penerimaan dalam negeri Rp 55,3 trilyun dan pembiayaan luar negeri Rp 12,9 trilyun. Dalam APBN-P yang akan di ajukan juli mendatang juga mencakup peningkatan pendapatan negara dari Rp 6255,2 trilyun menjadi Rp 647, 4 trilyun. Kenaikan ini dipicu oleh peningkatan penerimaan pajak dari Rp 416 trilyun menjadi Rp 423,35 trilyun. Belanja negara berubah dari Rp 467,7 trilyun menjadi Rp 689,8 trilyun. Juga pertumbuhan ekonomi 5,9 persen lebih kecil APBN-P 2006 2,6 persen. Nilai tukar rupiah Rp 9300 per USD atau lebih kuat dari APBN sebesar Rp 9.900 per USD. Inflasi ditargetkan tetap 8 persen dan SBI 3bulan 12 persen atau lebih besar dari APBN 2006 sebesar 9,5 persen. Asumsi minyak USD 62 per barel atau lebih tinggi daripada APDN 2006 sebesar USD 57 per barel.
Dana "Menganggur" Sumber Pembiayaan (Kompas, Jumat 23 Juni 2006) Jakarta-Departemen Keuangan mengisyaratkan akan menggunakan dana menganggur milik pemerintah yang tersimpan di beberapa rekening Bank Indonesia untuk menutupi defisit APBN 2006 yang membengkak sebesar 1,4 persen dari produk domestik bruto. Opsi kebijakan ini memungkinkan dilaksanakan karena dana-dana tersebut tidak produktif, tidak menghasilkan imbalan bagi pemerintah, terutama imbalan bunga. Menurut Kepala Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan, dan Kerja Sama Internasional (Bapekki) Anggito Abimanyu di Jakarta, Kamis (22/6)Dana itu ada dalam Rekening Dana Investasi (RDI), Rekening Pinjaman Daerah (RPD), kemudian ada transito di rekening penampungan, dan rekening penjaminan yang disimpan di BI.

Perberasan (19 –24 Juni 2006)

HKTI : Data Konsumsi Beras Terlalu tinggi (Koran Tempo, Kamis 22 Juni 2006) Jakarta-Ketua Dewan Pertimbangan HKTI Siswono Yudohusodo mengungkapkan data konsumsi beras masyarakat sebesar 139 kilogram per kapita pertahun terlalu besar.berdasarkan penelitian HKTI konsumsi beras masyarakat hanya sebesar 125-130 kilogram per kapita per tahun. Akibatnya konsumsi nasional membengkak menjadi 30.6 juta sehingga setelah di hitung produksi beras tak mampu mencukupi kekurangan itu. Padahal dengan konsumsi beras beras per orang 125-130 kilogram per tahun, konsumsi beras nasional hanya 27.5-28.6 juta ton per tahun. Sehingga tidak perlu impor beras. Berdasarkan pantauan TEMPO produksi beras tahun lalu 31.6 juta ton. Jumlah ini digunakan untuk pakan ternak dan industri bukan makanan 1,1 juta ton dan konsumsi manusia 30,5 juta ton sehingga masih terjadi defisit 25 ton.
BPS : Data Konsumsi Beras Belum Akan Direvisi (Koran Tempo, Jumat 23 Juni 2006) Jakarta-Kepala BPS Choiril Maksum menegaskan belum akan melakukan perhitungan ulang terhadap data konsumsi beras per kapita per tahun yang dinilai terlalu tinggi oleh sejumlah praktisi pertanian. Angka data konsumsi beras yang dipakai tetap sebesar 139 kilogram per kapita per tahun. Diantara lembaga yang mendesak revisi data BPS adalah Ketua Dewan Pertimbangan HKTI Siswono Yudohusodo, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan, Andalan Winarno Tohir dan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian Sutarto Alimoeso.

Kehutanan (19 –24 Juni 2006)

Dephut Mungkin tak Ajukan Anggaran Tambahan pada APBNP 2006 (Repubika, Senin 19 Juni 2006) Jakarta-RoL -- Departemen Kehutanan kemungkinan besar tidak akan mengajukan anggaran tambahan pada APBN Perubahan (APBNP) 2006 karena realisasi pelaksanaan anggaran masih kecil."Realisasi pelaksanaan anggaran sampai dengan 31 Mei 2006 masih rendah yakni 18,04 persen dan beban kegiatan pada 2006 yang besar. Hambatan dalam merealiasikan anggaran karena ketentuan pengelolaan anggaran harus bersertifikat sehingga ada keraguan penujukkan pejabat pelaksana anggaran. Selain itu banyak pejabat yang ketakukan menjadi pimpinan proyek atau takut melaksanakan proyek-proyek yang telah dianggarkan karena takut menyalahi aturan. APBNP 2006 menurut rencana baru akan dibahas pada Juli 2006. Namun, pelaksanaan anggaran Dephut tersebut masih lebih tinggi dibanding dengan rata-rata nasional yang hanya sekitar 15 persen.
Masyarakat Minta UU Kehutanan Direvisi (Koran Sindo, Kamis 22 Juni 2006) Sejumlah masyarakat adat menyesalkan sikap DPR dan pemerintah yang lebih mengedepankan pembahasan RUU Pembalakan liar (illegal Logging) dari pada menyusun revisi UU no 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Hal ini muncul dalam audiensi masysrakat adat dengan pimpinan komisi kehutanan DPR. [adahal revisi itu sudah masuk RUU prioritas tahun 2006, namun sampai saat ini draf revisi belum juga terealisir. Tapi muncul keinginan membuat aturan baru yaitu RUU pembalakan. Namun menurut Suswono (FPKS) saat ini dewan lebih mempertimbangkan kehadiran UU pembalakan liar, karena saat ini telah terjadi degradasi areal hutan mencapai 3 juta hektar tiap tahunnya.
Hutan Tinggal 27 Persen, Sulawesi Rawan Banjir (Koran Tempo, Jumat 23 Juni 2006) Jaakarta-Menhut mengatakan banjir di Sinjai terjadi karena hutan lindung dan hutan produksi di sulawesi tinggal 27 persen. Seharusnya kawasan hutan minimal 30 persen. Kerusakan hutan di sulawesi sudah cukup lama, sekitar 30 tahun. Menhut mengakui pengelolaan hutan selama ini bertentangan dengan manajemen hutan yang sehat, sehingga terjadi pengurangan hampir 2,8 juta hektar tiap tahun. Sebaliknya, kemampuan penanaman hanya 600 ribu hektar per tahun.
Hutan Sulsel Memprihatinkan (Fajar, Sabtu 24 Juni 2006) Makasar-30,6 Persen Alami Degradasi, DAS tak Lagi Optimal.Bencana banjir dan tanah longsor yang melanda sejumlah kabupaten di Sulsel, dapat dipastikan akibat hutan Sulsel yang kini memprihatinkan. Luas hutan Sulsel setelah pemekaran wilayah Provinsi Sulawesi Barat-- lebih kurang 2.121.984 hektar. Luas itu, berarti sekitar 46,54 persen dari luas daratan Sulsel.

Perkebunanan (19 Juni–24 Juni 2006)

Produktivitas Kelapa Sawit Indonesia Masih Rendah (Republika, Selasa 20 Juni 2006) Nusa Dua-Rol-Indonesia memiliki perkebunan kelapa sawit terluas di dunia, yakni mencapai 5,5 juta hektar. Namun sayang, produktivitasnya masih rendah, yakni dibawah Malaysia. "Penyebabnya oleh pemakaian bibit tidak unggul, bibit palsu, yang dapat menurunkan produksi hingga 50 persen," kata Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Dr Witajksana Darmosarkoro.Kepada wartawan di Nusa Dua, Bali, Selasa (20/6), Witjaksana menyebutkan, mulanya kelapa sawit di Indonesia diproduksi sebagai tanaman hias. Namun tanaman kelapa yang berasal dari Afrika itu kemudian dikembangkan sebagai salah satu produk perkebunan pada 1917 dengan luas hanya sekitar 1.605 hektar. Namun kini menjadi primadona perkebunan di Indonesia, dengan luasnya yang sudah mencapai 5,5 juta hektar. Sesuai data, perkebunan kelapa sawit di Indonesia tersebar di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Dari 5,5 juta perkebunan kelapa sawit Indonesia, 34 persen adalah perkebunan milik rakyat (small holders), 66 persen adalah milik PT Perkebunan Negara (PN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS).
Petani Wortel Merugi, Harga Menurun (Republika, Sabtu 24 Juni 2006) Garut-Terus menurunnya daya jual wortel di pasaran dalam beberapa bulan terakhir ini, membuat para petani di kawasan Cikajang, Kab Garut, gigit jari. Ironisnya, penurunan itu justru terjadi ketika harga jual jenis sayuran lain sedang tinggi. Hal ini disebabkan rendahnya harga jual wortel di pasaran. Rendahnya harga terjadi karena para petani biasanya menjual hasil panen ke tengkulak atau bandar. Di tengkulak, wortel yang baru dipanen akan dihargai Rp 300 sampai Rp 400 per kg.

Perpupukan (19 –24 Juni 2006)

Subsidi Pupuk Minta Ditambah Rp 1,8 T (IndoPos, Selasa 20 Juni 2006) Jakarta-Departemen Pertanian mengajukan tambahan subsidi pupuk sebesar Rp 1,881 triliun dalam APBN Perubahan 2006. Usul penambahan ini melebihi separo dari pagu APBN 2006 yang sebesar Rp 3,004 triliun. Departemen Pertanian beralasan, permintaan pupuk urea meningkat pesat pada tahun ini. Volume pupuk urea yang diusulkan dalam APBNP sebanyak 778.514 ton yang dilakukan melalui subsidi gas Rp 357 miliar dan subsidi harga Rp 785 miliar. Alasan lain produksi pupuk yang ada saat ini tidak sebanding dengan permintaan yang terus meningkat pesat. Seperti yang terjadi tahun-tahun sebelumnya, pasokan gas masih menjadi hambatan utama. Lebih teknis ia menjelaskan, peningkatan permintaan pupuk ini disebabkan pemakaian pupuk di tingkat petani cenderung berlebihan. "Penyebab lainnya adalah perubahan pola tanam akibat anomali iklim. Dalam APBN 2006 disebutkan, subsidi pupuk diberikan pada beberapa produsen pupuk. Yakni PT Pupuk Sriwidjaja, PT Pupuk Kaltim, PT Petrokimia Gresik, dan PT Pupuk Kujang.
Pupuk Kujang diperkirakan tidak akan mampu bertahan. (Republika, Selasa 20 Juni 2006) Jakarta-Komisi XI DPR RI mendukung pengalihan subsidi untuk pupuk dari gas ke harga. Syaratnya nilai subsidi harga tersebut tidak berubah atau sama dengan nilai subsidi gas saat ini, yakni Rp 3 triliun. Itu akan di berlakukan tahun depan. Namun Mentan mengatakan pola subsidi yang tepat untuk pupuk adalah subsidi gas. "Karena kalau subsidi harga, nanti utang dan depresiasi produsen bisa masuk ke dalamnya," Ia mengatakan dibandingkan mengajukan pengalihan subsidi gas ke harga, dia juga mengusulkan penggunaan subsidi bunga. "Jadi mensubsidi di pembiayaan, bukan di pupuknya," Masalahnya hanya terletak pada pola penyaluran subsidi bunga tersebut.
Industri Pupuk Terancam Collapse (Republika, Senin 19 Jubi 2006) Jakarta-Sejumlah industri pupuk urea dan non urea terancam "collapse" atau bangkrut, karena rugi dan kesulitan "cash flow" akibat beban public service obligation (PSO) yang tinggi dan pasokan gas yang tidak lancar sehingga produksi tidak optimal. Kerugian konsolidasi mencapai Rp400 miliar sampai Rp500 miliar (pada 2006. Itu terjadi dengan asumsi PSO pupuk bersubsidi pada 2006 mencapai sekitar Rp1,2 triliun atau turun dari dari proyeksi semula sekitar Rp1,7 triliun. Turunnya (kerugian) terjadi karena nilai tukar yang menguat. Sedangkan penjualan komersial pupuk di sektor non pangan,diperkirakan mencapai sekitar Rp800 miliar.
Pupuk Langka, Panen tebu Menurun (Koran Tempo, Kamis 22 Juni 2006) Malang-Hasil panen tebu di Kabupaten Malang pada musim panen tahun ini menurun hingga 20% di banding sebelumnya. Penurunan itu disebabkan oelh kelangkaan pupuk yang terjadi sejak awal tahun. Pada musim tanam tahun ini sebagian besar petani hanya memanen 120 ton tebu basah dari lahan seluas 3 hektar.pada musim sebelumnya mencapai 200 ton dari luas yang sama. Dampaknya pendapatan petani menurun dari 34 juta menjadi 23,4 juta. Penurunan ini disebabkan sulitnya mendapatkan pupuk, terutama pupuk urea. Saat ini harga pupuk urea di malang sekitar Rp 140 ribu per kuintal padahal harga eceran tertinggi dari pemerintah hanya Rp. 105 ribu dan Rp 95 ribu untuk ZA.

Perpupukan (19 –24 Juni 2006)

Subsidi Pupuk Minta Ditambah Rp 1,8 T (IndoPos, Selasa 20 Juni 2006) Jakarta-Departemen Pertanian mengajukan tambahan subsidi pupuk sebesar Rp 1,881 triliun dalam APBN Perubahan 2006. Usul penambahan ini melebihi separo dari pagu APBN 2006 yang sebesar Rp 3,004 triliun. Departemen Pertanian beralasan, permintaan pupuk urea meningkat pesat pada tahun ini. Volume pupuk urea yang diusulkan dalam APBNP sebanyak 778.514 ton yang dilakukan melalui subsidi gas Rp 357 miliar dan subsidi harga Rp 785 miliar. Alasan lain produksi pupuk yang ada saat ini tidak sebanding dengan permintaan yang terus meningkat pesat. Seperti yang terjadi tahun-tahun sebelumnya, pasokan gas masih menjadi hambatan utama. Lebih teknis ia menjelaskan, peningkatan permintaan pupuk ini disebabkan pemakaian pupuk di tingkat petani cenderung berlebihan. "Penyebab lainnya adalah perubahan pola tanam akibat anomali iklim. Dalam APBN 2006 disebutkan, subsidi pupuk diberikan pada beberapa produsen pupuk. Yakni PT Pupuk Sriwidjaja, PT Pupuk Kaltim, PT Petrokimia Gresik, dan PT Pupuk Kujang.
Pupuk Kujang diperkirakan tidak akan mampu bertahan. (Republika, Selasa 20 Juni 2006) Jakarta-Komisi XI DPR RI mendukung pengalihan subsidi untuk pupuk dari gas ke harga. Syaratnya nilai subsidi harga tersebut tidak berubah atau sama dengan nilai subsidi gas saat ini, yakni Rp 3 triliun. Itu akan di berlakukan tahun depan. Namun Mentan mengatakan pola subsidi yang tepat untuk pupuk adalah subsidi gas. "Karena kalau subsidi harga, nanti utang dan depresiasi produsen bisa masuk ke dalamnya," Ia mengatakan dibandingkan mengajukan pengalihan subsidi gas ke harga, dia juga mengusulkan penggunaan subsidi bunga. "Jadi mensubsidi di pembiayaan, bukan di pupuknya," Masalahnya hanya terletak pada pola penyaluran subsidi bunga tersebut.
Industri Pupuk Terancam Collapse (Republika, Senin 19 Jubi 2006) Jakarta-Sejumlah industri pupuk urea dan non urea terancam "collapse" atau bangkrut, karena rugi dan kesulitan "cash flow" akibat beban public service obligation (PSO) yang tinggi dan pasokan gas yang tidak lancar sehingga produksi tidak optimal. Kerugian konsolidasi mencapai Rp400 miliar sampai Rp500 miliar (pada 2006. Itu terjadi dengan asumsi PSO pupuk bersubsidi pada 2006 mencapai sekitar Rp1,2 triliun atau turun dari dari proyeksi semula sekitar Rp1,7 triliun. Turunnya (kerugian) terjadi karena nilai tukar yang menguat. Sedangkan penjualan komersial pupuk di sektor non pangan,diperkirakan mencapai sekitar Rp800 miliar.
Pupuk Langka, Panen tebu Menurun (Koran Tempo, Kamis 22 Juni 2006) Malang-Hasil panen tebu di Kabupaten Malang pada musim panen tahun ini menurun hingga 20% di banding sebelumnya. Penurunan itu disebabkan oelh kelangkaan pupuk yang terjadi sejak awal tahun. Pada musim tanam tahun ini sebagian besar petani hanya memanen 120 ton tebu basah dari lahan seluas 3 hektar.pada musim sebelumnya mencapai 200 ton dari luas yang sama. Dampaknya pendapatan petani menurun dari 34 juta menjadi 23,4 juta. Penurunan ini disebabkan sulitnya mendapatkan pupuk, terutama pupuk urea. Saat ini harga pupuk urea di malang sekitar Rp 140 ribu per kuintal padahal harga eceran tertinggi dari pemerintah hanya Rp. 105 ribu dan Rp 95 ribu untuk ZA.

Tuesday, August 08, 2006

Berita Pertanian: 19–24 Juni 2006

Deptan Temukan Formasi PPL Digusur Non-PPL (Kompas, Selasa 20 Juni 2006) Jakarta-Pemerintah merevitalisasi pertanian dengan mengangkat 3.000 petugas penyuluh lapangan tidak sepenuhnya didukung pemerintah daerah. Departemen Pertanian menemukan formasi PPL diambil oleh pemda dan mengisinya dengan tenaga kerja non-PPL. Tahun lalu misal telah diangkat PPL 3.000 orang di harapkan di isi oleh tenaga honorer tetapi malah di gunakan untuk pegawai lain. Dalam hal ini Mentan akan melaporkan ke Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Bila ternyata formasi PPL itu diisi oleh pegawai non-PPL, maka ia meminta agar pengangkatannya ditolak.
Pertanian Terpinggirkan, Lahan Menyempit (IndoPos, Rabu 21 Juni 2006) Makasar-Etty Puji Lestari, ekonom dari ISEI Cabang Jakarta menyodorkan data tentang kondisi pertanian di Indonesia selama 2001-2003. Dalam data itu, sekitar 610.595 hektare sawah telah bergeser menjadi kawasan permukiman dan kegiatan lain. Jumlah petani berdasar Sensus Pertanian 2003 meningkat dari 20,8 juta (1993) menjadi 25,4 juta (2002). Kepemilikan lahan oleh petani pun demikian, yakni tinggal 0,25 hektare per jiwa. Akibatnya, tingkat pendapatan petani terus menurun. Pendapatan semusim untuk padi hanya Rp 325 ribu hingga Rp 543.000 atau Rp 81,250 -Rp 135.000 per bulan. Pertanian terlihat dari kontribusi sektor tersebut terhadap PDB nasional. Yakni, pada Pelita I masih 33,69 persen dan seterusnya Pelita V sebesar 20,01 persen, tahun 2000 tinggal 14,01 persen, dan pada 2005 tinggal 13,4 persen.
Ekonom Universitas Brawijaya Ahmad Erani Yustika PhD menyatakan sektor pertanian masih dikuasai oleh pelaku ekonomi di sektor hilir seperti pedagang, tengkulak, distributor, industri pengolahan, maupun investor yang tinggal di wilayah perkotaan. Selain itu, aksesibilitas ke permodalan sangat minim. Padahal, modal merupakan salah satu instrumen penting untuk menggerakkan kegiatan ekonomi pedesaan dan pertanian. Untuk menggeliatkan kembali sektor pertanian sebagai salah satu penyumbang PDB nasional, Etty mengajukan beberapa saran. Misalnya, meningkatkan pembangunan pertanian ke pendekatan sistem agrobisnis yang memungkinkan meningkatkan pendapatan, menyerap tenaga kerja, merangsang tumbuhnya industri pengolahan; memberikan porsi yang cukup untuk peran teknologi dan informasi sektor pertanian; serta menciptakan kebijakan pembangunan pertanian yang berpihak kepada rakyat (petani).
Kebijakan tersebut meliputi kebijakan harga, pemasaran, dan struktural. Sedangkan kebijakan khusus adalah menyangkut pengaturan-pengaturan kelembagaan, baik yang langsung terdapat di sektor pertanian maupun yang berhubungan dengan sektor pertanian. Misalnya, land reform, penyuluhan pertanian. Ahmad Erani memberikan rekomendasi bahwa perlu penguatan kelembagaan keuangan (koperasi) di pedesaan. Selain itu, harus menjamin bahwa setiap pelaku ekonomi (petani) tidak dibebani dengan biaya transaksi yang besar. Misalnya, berwujud waktu pengurusan kredit yang lama (ongkos oportunitas), manipulasi bunga kredit (yang berasal dari skema kredit pemerintah), dan ketidakpastian waktu pengucuran kredit.
Gagal Panen di Cirebon dan Boyolali (Koran Tempo, Jumat 23 Juni 2006) Cirebon-Ribuan hektar sawah di kabupaten Cirebon terancam kekeringan. Jika hujan tidak turun dalam waktu dekat ini serta tidak ada penambahan debit air irigasi, diperkiraka tanaman akan mengalami puso dan tak mungkin di panen. Gagal panen juga menimpa ratusan hektar ladang tembakau di Boyolali akibat siraman hujan abu merapi. Untuk Kabupaten Cirebon saat ini tercatat tiga kecamatan area tanaman padinya terancam kekeringan yaitu Kapetakan (3 000 hektar), Gegesik (1.500 hektar) dan kecamatan Cirebon (300 hektar)
Ribuan Hektar Sawah Siap Panen Terendam (Kompas, Jumat 23 Juni 2006) Banjarmasin-Banjir di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, terus meluas. Hingga Kamis (22/6) banjir menggenangi ratusan rumah di Kecamatan Sungai Loban dan sedikitnya 1.200 hektar sawah di Kecamatan Kusan Hulu dan Kusan Hilir. Padahal, sebagian padi sudah siap panen. Kepala Subdinas Perlindungan Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kalsel Ernawaty mengatakan, areal tanaman padi di Kusan Hulu dan Kusan Hilir yang dilanda banjir terancam rusak.Banjir sebelumnya juga menerjang Asam-asam, Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut. Di daerah itu 800 hektar sawah siap panen terendam.
Ubah Pola Pertanian Sinjai (Koran Tempo, Sabtu 24 Juni 2006) Jakarta-Menhut mengusulkan masyarakat sinjai, sulsel mengubah polam pertanian dari tanaman berumur pendek ke tanaman kayu keras. Perubahan pola pertanian ini diperlukan agar daerah itu terhindar dari ancaman longsor. Karena 85 persen lahan di kabupaten sinjai merupakan area milik masyarakat yang sebagian besar tanaman berumur pendek. Menurut kaban hutan lindung dan hutan lindung dan hutan produksi di sulawesi hanya 27 persen padahal tutupan hutan yang aman minimal 30 persen.
Petani Mulai Lakukan Giliran Air (Republika, Sabtu 24 Juni 2006) Soreang- Ancaman kekeringan yang melanda ribuang hektare sawah di Kabupaten Bandung semakin terasa oleh para petani. Para petani juga khawatir sawahnya tidak terairi sehingga dapat menyebabkan gagal panen (puso). Tragisnya daerah yang mengalami kekeringan itu berada pada jalur irigasi. Puluhan petani di Desa Sukamanah, Kecamatan Rancaekek, Kab Bandung pada Kamis (22/6) melakukan penutupan pintu irigasi Induk Citarik dengan bambu. Ratusan hektar sawah di Kampung Sasakbubur, Desa Mekarmukti, Kecamatan Cihampelas sudah terlihat mengering. Padahal, usia tanaman padi tersebut baru mencapai 20-30 hari. Dikhawatirkan, hal ini akan mengakibatkan puso.Terdapat 1.459 hektare sawah di tujuh kecamatan yang terancam kekeringan. Tujuh kecamatan itu adalah Kecamatan Batujajar, Cihampelas, Cililin, Margaasih, Padalarang, Rancabali dan Majalaya.